Diduga Alami Pelecehan Seksual, Siswa Ponpes Bersama TRC PPA Kaltim Lapor ke Polsek Tenggarong Seberang

Kutai Kartanegara, Kaltimnow.id – Seorang siswa Pondok Pesantren (Ponpes) diduga alami kasus pelecahan, pihak keluarga tidak menerima perbuatan tersebut dan melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tenggarong Seberang, Sabtu (31/07/2021) kemarin.

Didampingi TRC PPA Kaltim, korban mengalami pelecahan saat sedang piket jaga malam sekitar hari Rabu, (28/7) lalu. Lalu korban disuruh masuk ke dalam ruangan oleh oknum tersebut.

“Kami menemani korban ke Polsek Tenggarong Seberang untuk melaporkan kejadian tersebut, dan korban telah diperiksa oleh petugas,” kata, Sudirman selaku Kabiro Hukum TRC PPA Kaltim, Minggu (1/8) siang.

Sudriman berharap, adanya kasus pelecahan ini dapat diselesaikan dengan baik dan korban mendapatkan perlindungan dan keadilan dalam menuntut ilmu di Ponpes. Dimana kasus tersebut telah menjadi catatan merah di dunia Pendidikan Indonesia saat ini.

Dilansir dari bankdata.kpai.go.id, data kasus pengaduan anak dari tahun 2016 hingga 2020 Anak Berhadapan Hukum (ABH) sebagai korban kekerasan seksual seperti pemerkosaan atau pencabulan mencatat sebanyak 1.171 kasus.

Dihimpun dari Voaindonesia.com, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi masih banyak kasus pelecehan yang tidak dilaporkan oleh korban, karena malu serta belum memadainya mekanisme pengaduan.

Selain itu, para pelaku dilakukan oleh oleh guru atau ustadz, dosen, kepala sekolah dan peserta didik lain. Untuk kepala sekolah, berkaitan dengan kebijakan sekolah yakni mengeluarkan siswa/siswi yang menjadi korban kekerasan dari sekolah atau melarang ikut ujian nasional.

Di tempat terpisah, saat Kaltimnow.id mengkonfirmasi kejadian tersebut, Kapolsek Tenggarong Seberang AKP Yasir membenarkannya. Saat ini ia akan mengumpulkan bukti-bukti atas laporan yang telah masuk.

“Masih kita lidik, untuk laporan sudah ada. Dan kita akan visum korban sebagai tambahan bukti,” ujarnya.

Pihaknya pun tidak serta-merta langsung memberikan status oknum tersebut sebagai tersangka, karena harus ada beberapa tahapkan yang dilalui, serta memastikan kebenaran yang telah terjadi.

“Visum itu untuk membuktikan keterangan si pelapor. Jika belum ada bukti yang cukup maka belum bisa. Sehingga kita harus memastikannya,” pungkasnya. (ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *