Kaltim Siapkan Pemimpin Antisipasi Perubahan Iklim

Samarinda – Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kalimantan Timur bekerjasama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Universitas Brawijaya menggelar Pelatihan Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kesepakatan Pembangunan Hijau di Kaltim pada 19-21 November 2019. Sebanyak 30 orang mendapatkan pelatihan tentang ilmu fasilitasi selama tiga hari.

Peserta yang datang mewakili dari organisasi perangkat daerah, organisasi nonpemerintahan, dan pihak dunia usaha, yang menjadi ciri kolaborasi dalam Kesepakatan Pembangunan Hijau. Kemampuan fasilitasi penting dalam upaya membangun lebih banyak inisiatif model pembangunan hijau di Kaltim.

Saat ini melalui skema Kesepakatan Pembangunan Hijau, sudah terbangun 11 inisiatif model antara lain penurunan emisi melalui skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), pencapaian target Perhutanan Sosial di Kaltim seluas 660.782 hektare, penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, pengembangan kemitraan Delta Mahakam, Program Karbon Hutan Berau (PKHB), pengembangan perkebunan berkelanjutan, Program Kampung Iklim, pengendalian kebakaran lahan dan kebun, Program SIGAP Sejahtera, dan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim kota Balikpapan.

Perubahan Iklim di Kaltim bukanlah isapan jempol. Dari data dari Badan Meteorologi dan Klimatologi Balikpapan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu rata-rata 0,043 ⁰ C / tahun di Samarinda dan 0,02⁰ C / tahun di Balikpapan.

Data tersebut disampaikan oleh Koordinator UPT BMKH Kalimantan Timur Ibnu Sulistyono pada pertemuan perubahan iklim di bulan Oktober 2019 di Balikpapan.

Akibat perubahan iklim, di masa yang akan datang jumlah curah hujan pada periode musim kemarau akan berkurang, sedang pada periode musim hujan terjadi peningkatan.

Penurunan curah hujan di musim kemarau akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan peningkatan curah hujan di musim hujan. Kondisi ini akan meningkatkan potensi bahaya kekeringan, kebakaran lahan, dan ketersediaan air bersih selama musim kemarau dimasa mendatang.

Pada musim hujan dengan meningkatnya curah hujan maka banjir akan sering terjadi dengan wilayah yang lebih luas.

Para pihak di Kalimantan Timur, sudah mengantisipasi potensi kejadian iklim ekstrim di masa depan yang terjadi akibat perubahan iklim.

Kalimantan Timur sudah menyiapkan sejumlah strategi sejak 2010 dengan nama Kaltim Hijau. Namun, di penghujung 2019, upaya menuju Kaltim Hijau mengalami banyak percepatan.

Selain Kaltim sudah terpilih sebagai provinsi yang akan mendapatkan insentif karbon dari Bank Dunia melalui program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), provinsi ini juga getol mengembangkan inisiatif model melalui pola kolaborasi dalam skema Kesepakatan Pembangunan Hijau (Green Growth Compact).

“Kaltim sudah menyadari bahwa model pembangunan hijau adalah kunci keberlanjutan di masa depan,” ujar Manajer Senior Yayasan Konservasi Alam Nusantara untuk Kalimantan Timur Niel Makinuddin dalam pembukaan acara pelatihan.

Asisten Pembangunan Hijau Dewan Daerah Perubahan Iklim Kaltim Reonaldus mengatakan skema kolaborasi dalam inisiatif model memudahkan upaya menuju Kaltim Hijau.

“Kaltim butuh banyak jiwa-jiwa dengan kepemimpinan yang kuat,” kata Reo dalam kesempatan yang sama. Pemimpin-pemimpin ini nantinya membantu proses fasilitatif untuk membuat lebih banyak kesepakatan inisiatif model.

Pemateri Kepemimpinan dari Malang, Soetopo Dewangga menceritakan kisah kepemimpinan Ketua RW di Kampung 3G (Glintung Go Green) yang mengubah daerah kumuh menjadi destinasi wisata hijau dalam waktu tiga tahun (2012-2015).

“Untuk mempengaruhi orang itu, perlu membangun jiwa terlebih dahulu,” ujar Soetopo.

Perubahan dalam pola pikir itu sudah 60 persen dari upaya dalam mengubah perilaku. Ia menjelaskan untuk perlu jiwa kepimpinan kuat yang mampu menyeimbangkan antara kekuasaan dan kewenangan. Konsep keseimbangan ini menjadi materi untuk para peserta agar menerapkan dalam mengubah budaya di lingkungan mereka.

“Isu lingkungan ini multiyear dan lintas pemangku kepentingan, merubah perilaku masyarakat adalah upaya terbesar yang berkontribusi dalam Kaltim Hijau,” kata Niel.

Hadirnya pelatihan ini menurut Niel, adalah salah satu upaya mempercepat pembangunan hijau dengan menimbulkan jiwa kepemimpinan dari para pemangku kepentingan di Kaltim. (oke)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *