Kutai Kartanegara – Setelah sukses dengan Awan, Novel yang terbit tahun 2018, sastrawan Syafruddin Pernyata kembali meluncurkan 2 novel terbarunya yang berjudul Ratih Tanpa Smartphone dan Digdaya.
Kedua novel tersebut dibedah secara mendalam pada acara talkshow dan launching novel Ratih Tanpa Smartphone dan Digdaya yang digelar Gerakan Literasi Kutai (GLK), di hotel Grand Elty Singgasana Tenggarong, Kamis (03/10/2019) pagi.
Sebelum talkshow dan launching, para peserta dari pelajar SMP dan SMA, guru serta sejumlah komunitas dihibur terlebih dahulu dengan pembacaan puisi yang diantaranya dibawakan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kukar Ikhsanuddin Noor, Seniman Sastra Kukar Sukardi Wahyudi, Ketua Gerakan Literasi Kutai Erwan Riyadi serta sang penulis novel Syafruddin Pernyata.
Pada peluncuran 2 novel tersebut, mantan Kepala Dinas Pariwisata Kaltim itu berbagi pengalaman menulis dan bercerita tentang latarbelakang kedua novel karyanya yang ke delapan.
“Intinya dari kedua novel tersebut, bagaimana orang tidak pernah terpenjara oleh kemiskinan, keterisolasian, keterbatasan yang ada pada dirinya terutama ketriolasisan tempat dan pendidikan. Setiap orang yang punya semangat dan keinginan yang kuat bisa sukses. Nah itu ditunjukan didalam kedua novel tersebut,” ucapnya.
Syafruddin mengatakan, pembuatan kedua novel tersebut hanya dengan waktu singkat, yaitu sekitar 2 bulan karena diburu oleh komentar netizen di facebook.
Salah satu peserta dari siswi SMP 1 Loa Kulu Kezia Simatupang mengaku sangat termotivasi dengan peluncuran 2 novel ini, sehingga cita-citanya yang ingin menjadi penulis bisa tercapai dan membuat buku sendiri.
“Yang pasti ini bisa menambah wawasan saya. Saya juga sangat terkesan banget dengan beliau karena dengan kesibukannya bisa disampingi dengan membuat buku,” kata Kezia.
Sementara itu, Ketua pantia acara Isnaini Fidiatil Ulla mengatakan kegiatan ini sebagai apresiasi penulis lokal yang mengangkat cerita daerah.
“Saya berharap kedepan akan muncul penulis-penulis dari daerah khususnya di Kutai Kartanegara sehingga bisa mengangkat budaya lokal hingga menjadi novel,” tambahnya. (kmn)