Kediri, Kaltimnow.id – Suasana di aula SRMA 24 Kediri sore itu penuh semangat. Puluhan siswa berdiri tegak, tangan kanan mengepal di dada, mengikuti suara lantang Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang memimpin ikrar bersama.
“Kami keluarga besar SRMA 24 Kediri bertekad untuk tidak melakukan perundungan, kekerasan baik fisik maupun seksual, serta intoleransi terhadap siapa pun,” ucap mereka serempak.
Bagi Gus Ipul, hari itu bukan sekadar kunjungan kerja. Ia datang untuk menegaskan bahwa Sekolah Rakyat harus menjadi tempat yang aman dan memuliakan, tempat anak-anak dari keluarga prasejahtera bisa belajar tanpa rasa takut.
“Tidak boleh ada bullying, kekerasan, atau diskriminasi di sini,” tegasnya.
Di hadapan para guru, orang tua, dan siswa, Gus Ipul menjelaskan makna besar di balik konsep Sekolah Rakyat: memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin. Ia ingin setiap anak punya peluang yang sama untuk bermimpi.
“Banyak anak yang mengubur mimpinya karena tak punya kesempatan. Sekolah Rakyat hadir untuk menghidupkan mimpi itu. Siapa tahu, dari sini lahir seorang presiden,” katanya sambil tersenyum.
Kunjungan itu pun disambut meriah. Siswa-siswi menampilkan puisi, Tari Srigayo, atraksi silat, hingga paduan suara. Gus Ipul terlihat bangga, sesekali bertepuk tangan dan menyalami para penampil.
Menurut hasil pemetaan, anak-anak SRMA 24 Kediri memiliki potensi besar: sebagian unggul di bidang STEM, sebagian di sosial, dan lainnya di bahasa. Namun Gus Ipul mengingatkan bahwa mereka tetap butuh bimbingan.
“Mereka tulus dan visioner, tapi harus terus dilatih agar berani dan percaya diri. Itu tugas kita bersama,” ujarnya.
Sekolah Rakyat kini hadir di 165 titik di Indonesia, menampung hampir 16.000 siswa dari keluarga tidak mampu. SRMA 24 Kediri sendiri menjadi rumah bagi 100 anak yang hidup berasrama, belajar dari 17 guru dan didampingi 10 wali asuh.
Gedung mereka masih sederhana, namun semangatnya besar. Gus Ipul berjanji, tahun depan akan berdiri gedung permanen yang lebih luas dan layak, lengkap dengan ruang kelas, asrama, dan fasilitas pendukung.
“Gedungnya masih sementara. Insya Allah tahun depan akan dibangun gedung yang menampung lebih dari seribu siswa. Kita ingin anak-anak hebat tumbuh dari sini,” katanya optimis.
Sekolah Rakyat berbeda dari sekolah pada umumnya. Tidak ada ujian masuk berbasis nilai, melainkan pemetaan talenta berbasis DNA untuk mengenali potensi anak sejak dini.
Di tengah kunjungan itu, Salis, seorang pendamping sosial, bercerita tentang Mey, siswi yang orang tuanya penerima manfaat PKH dan BPNT. Mey kini bersekolah gratis di SRMA 24 Kediri, contoh nyata bagaimana pendidikan dan perlindungan sosial bisa berjalan beriringan.
“Anaknya sekolah gratis, orang tuanya kita dampingi. Nanti mereka juga bisa mandiri lewat koperasi Merah Putih,” tutur Salis dengan bangga.
Di Sekolah Rakyat, setiap anak punya tempat untuk bermimpi. Dan hari itu, Gus Ipul memastikan: tidak ada ruang bagi kekerasan, hanya ruang untuk tumbuh dan percaya diri. (Ant)