Samarinda, Kaltimnow.id – Penyaluran dana Program Gratispol Pendidikan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) resmi mengalir ke tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk jenjang S1, S2, hingga S3. Di balik kelancaran realisasi bantuan pendidikan bernilai puluhan miliar tersebut, terdapat peran krusial Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kaltim yang bertugas memastikan ketepatan sasaran.
Kepala Disdukcapil Kaltim, Kasmawati, mengungkapkan bahwa pihaknya menjadi garda terdepan dalam memverifikasi dan memvalidasi data penerima program berdasarkan persyaratan resmi yang ditetapkan Pemprov.
“Untuk Gratispol Pendidikan, tugas Disdukcapil adalah melakukan verifikasi dan validasi data penerima sesuai ketentuannya,” ujarnya.
Proses verifikasi dimulai ketika Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) menyampaikan daftar mahasiswa penerima yang dihimpun dari masing-masing PTN. Data tersebut kemudian dipadankan dengan database kependudukan Disdukcapil Kaltim—sumber data yang dianggap paling akurat dan mutakhir.
Fokus utama dari pemadanan ini adalah status domisili mahasiswa, terutama syarat wajib memiliki KTP Kaltim berlaku minimal tiga tahun berturut-turut atau telah tinggal di Kaltim selama tiga tahun.
“Makna berdomisili itu harus tiga tahun berturut-turut memiliki KTP Kaltim, atau sudah tinggal di Kaltim selama tiga tahun,” tegas Kasmawati.
Seluruh proses dilakukan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sistem akan langsung menolak data yang tidak memenuhi ketentuan masa domisili tiga tahun.
“Verifikasi dilakukan by NIK. Dari NIK bisa terlihat. Jika belum tiga tahun, sistem otomatis memilah bahwa itu tidak memenuhi syarat sebagai penerima Gratispol,” jelasnya.
Sistem penyaringan ini sekaligus mencegah potensi mahasiswa dari luar daerah yang baru pindah domisili mencoba mengakses program beasiswa ini.
Sejauh ini, Disdukcapil telah memproses lima tahap pengajuan data dari Biro Kesra, dengan jumlah yang mencapai belasan ribu penerima dalam satu tahap. Meski demikian, Kasmawati mengakui beberapa data dinyatakan “tidak padan”, bukan karena mahasiswa tidak memenuhi syarat, melainkan akibat kesalahan teknis.
“Sebagian yang tidak padan sebenarnya memenuhi syarat, tapi ada persoalan teknis seperti typo, atau perbedaan kecil pada penulisan nama—misalnya titik atau koma—ketika mahasiswa meng-input data,” jelasnya.
Menurut Kasmawati, proses verifikasi ketat ini menjadi jaring pengaman agar anggaran besar yang digelontorkan Pemprov Kaltim untuk pendidikan benar-benar tepat sasaran.
“Ini untuk memastikan bantuan diterima putra-putri Kaltim yang memang berhak,” ujarnya. (adv/kmf/tia)






