Samarinda, Kaltimnow.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) semakin serius memperkuat identitas budaya daerah melalui sektor pendidikan. Salah satu langkah strategisnya ialah menetapkan pembelajaran muatan lokal (Mulok) berbasis bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di seluruh SMA se-Kaltim.
Kebijakan ini sekaligus menjadi bagian penting dalam mendukung Program Jaring Sosial dan Politik (Jospol) Kaltim, terutama pada aspek pengembangan budaya sebagai fondasi karakter masyarakat.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim kini memasuki tahap finalisasi kurikulum Mulok Bahasa Daerah untuk kelas XII, setelah lebih dulu menyelesaikan kurikulum kelas X pada 2023 dan kelas XI pada 2024. Dengan demikian, seluruh jenjang SMA akan siap menerapkan pembelajaran Mulok secara utuh pada tahun ajaran mendatang.
“Ini proyek jangka panjang yang kami rancang sejak 2023. Tahun depan, seluruh jenjang—kelas 10, 11, hingga 12—sudah lengkap melaksanakan Mulok Bahasa Daerah,” ujar Subkoordinator Kurikulum dan Penilaian Disdikbud Kaltim, Atik Sulistiowati, Minggu (16/11/2025).
Langkah percepatan penerapan Mulok ini bukan tanpa alasan. Hasil riset Balitbangda Kaltim menunjukkan sejumlah bahasa daerah berada dalam kondisi kritis, termasuk Bahasa Kutai Muara Kaman yang kini tergolong terancam kehilangan penutur asli.
“Anak-anak harus paham bahwa bahasa daerah bukan sekadar pelajaran tambahan. Ini warisan berharga yang wajib kita jaga. Pelestarian ini juga bagian dari amanat Jospol Kaltim,” tegas Atik.
Disdikbud Kaltim melibatkan 20 penulis dan dua akademisi sebagai mentor dalam penyusunan kurikulum. Enam jenis Mulok disediakan untuk sekolah, namun bahasa daerah menjadi fokus utama dan diwajibkan untuk dipilih sesuai karakter wilayah.
Sekolah diberi keleluasaan memilih bahasa daerah yang paling relevan dengan identitas setempat.
“Misalnya sekolah di Paser memilih Bahasa Paser, di Berau memilih Bahasa Berau, dan di Kutai Kartanegara memilih Bahasa Kutai. Tujuannya agar pembelajaran tetap kontekstual dan siswa bangga dengan bahasa daerahnya,” jelas Atik.
Mulok ini akan diintegrasikan ke dalam struktur kurikulum sekolah dengan alokasi 2 jam pelajaran per minggu, sesuai Permendikbud Nomor 13 Tahun 2025. Skema tersebut dirancang agar tidak mengganggu kurikulum nasional, tetapi tetap memberikan ruang bagi penguatan budaya lokal.
Melalui kebijakan ini, Pemprov Kaltim berharap lulusan SMA tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran budaya yang kuat dan bangga terhadap identitas lokalnya.
“Ini langkah nyata Pemprov Kaltim untuk membentuk generasi muda yang berkarakter dan memiliki kebanggaan sebagai bagian dari Kaltim. Ini sejalan dengan visi Jospol untuk membangun masyarakat berbudaya dan berdaya saing,” tutup Atik. (adv/kmf/tia)






