Kutai Kartanegara, Kaltimnow.id – Kutai Kartanegara mulai mengeksplorasi cara baru dalam memperkenalkan potensi wisatanya, bukan lewat brosur atau poster, tetapi melalui kekuatan cerita film.
Rabu (25/06/2025), Dinas Pariwisata Kukar menggelar Workshop Pembuatan Video dan Film Promosi Pariwisata bertajuk “Misteri Tuana Tuha” di Pendopo Wakil Bupati. Kegiatan ini menjadi pintu gerbang lahirnya promosi pariwisata berbasis budaya dan kearifan lokal melalui media visual yang lebih hidup dan mengena.
“Ini bukan sekadar pelatihan, tapi langkah awal menjadikan film sebagai sarana membangun kesadaran wisata berbasis budaya di Kukar,” ujar Plt. Sekretaris Dinas Pariwisata Kukar, Sugiarto.
Tuana Tuha, yang menjadi latar film, dipilih karena menyimpan banyak kisah mistis yang akrab di telinga masyarakat lokal, seperti legenda medal dan kuyang. Tak hanya menggugah rasa ingin tahu, kisah-kisah ini dianggap mampu memperkuat identitas budaya Kukar di tengah gempuran arus modernisasi.
“Saya tumbuh di sana. Kisah-kisah itu hidup dalam cerita sehari-hari kami. Inilah yang ingin kami hidupkan kembali melalui film,” ungkap Sugiarto mengenang masa kecilnya di Tuana Tuha.
Tak berhenti pada narasi budaya, upaya ini juga menjadi ruang bagi berkembangnya talenta perfilman lokal. Sugiarto menuturkan, banyak sineas muda Kukar yang punya potensi besar, hanya saja mereka terkendala minimnya wadah, pembinaan, dan pendanaan.
“Bakat ada, semangat juga ada. Tapi mereka perlu difasilitasi agar bisa naik kelas,” katanya.
Dinas Pariwisata juga tengah menyiapkan langkah agar film Misteri Tuana Tuha bisa tayang di bioskop. Namun, ia menegaskan pentingnya menjaga kualitas produksi serta memastikan kelengkapan aspek legal dan administratif sebelum film dipasarkan lebih luas.
“Insyaallah kami bantu fasilitasi. Film ini bisa jadi peluang, tidak hanya untuk promosi wisata dan budaya, tapi juga membuka lapangan kerja baru di sektor kreatif,” tambahnya.
Lebih dari sekadar visual, film ini juga akan menjadi sarana pelestarian bahasa daerah yang kian tergerus zaman. Beberapa dialog akan menggunakan bahasa lokal, memperkuat nuansa otentik sekaligus menjadi sarana edukatif bagi generasi muda.
“Ini adalah bentuk nyata dari pelestarian budaya dan bahasa. Film ini bisa jadi arsip hidup yang terus dikenang,” tutupnya. (adv/diskominfokukar/rob)