22 Mahasiswa Unmul Ditangkap, HMPS FKIP Tolak Tuduhan Bom Molotov dan Logo PKI

Samarinda, Kaltimnow.id – Sebanyak 22 mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) ditangkap aparat kepolisian di Jalan Banggeris, Samarinda, sekitar pukul 02.00 Wita, Senin (1/9/2025). Penangkapan itu dilakukan menjelang aksi unjuk rasa besar yang digelar Aliansi Mahakam di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).

Dari jumlah tersebut, 18 mahasiswa telah dibebaskan, sementara 4 lainnya masih ditahan karena diduga sebagai perakit bom molotov. Polisi menyebut penangkapan dilakukan berdasarkan temuan sejumlah barang bukti berupa bom molotov, smoke bomb, hingga atribut bergambar lambang PKI.

Namun, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) FKIP menilai tuduhan itu tidak berdasar.

“Terkait tindakan vandalis, pembuatan bom Molotov, lukisan PKI hingga smoke bomb adalah tuduhan yang tidak mendasar,” tulis HMPS dalam pernyataan sikap mereka.

HMPS menegaskan mereka tidak membenarkan tindak vandalisme dalam bentuk apapun. Gerakan mahasiswa FKIP disebut mengedepankan prinsip intelektual dan moral, serta menolak cara-cara kekerasan.

Mereka bahkan menyebut tuduhan kepemilikan bom molotov sebagai fitnah. Logo PKI yang ditampilkan polisi dalam konferensi pers juga dianggap cacat konteks.

“Adalah murni untuk kepentingan diskursus akademik dan edukasi kesejarahan bagi mahasiswa. Ini dibuktikan dengan adanya materi dan logo organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Islam, Indische Partij, PNI, dan PSI,” lanjut mereka.

Adapun smoke bomb atau bom asap yang ditemukan disebut sebagai bagian dari properti ospek, bukan untuk aksi kekerasan. HMPS menilai kepolisian mencari-cari kesalahan demi menahan mahasiswa.

Selain itu, mereka memprotes cara aparat melakukan penangkapan di lingkungan kampus. Menurut mereka, kampus seharusnya menjadi ruang pendidikan yang steril dari intervensi dan intimidasi pihak luar.

Di poin terakhir, HMPS Sejarah menyoroti lemahnya fasilitas kampus yang dianggap tidak memberi perlindungan cukup bagi mahasiswa. “Dari pagar yang dibiarkan rapuh, area yang gelap, hingga CCTV yang hampir tidak dipasang di setiap sudut, menjadikan ruang intelektual mudah saja diterobos,” tulis mereka.

Saat ini, pihak kuasa hukum bersama mahasiswa dan dosen masih menuntut pembebasan empat mahasiswa yang ditahan.

Akademisi Unmul, Herdiansyah Hamzah, mengecam tindakan aparat.

“Penangkapan 22 mahasiswa ini adalah upaya meredam aksi yang dilakukan 1 September 2025. Ini terkonfirmasi ketika pihak kepolisian menggelar konferensi pers di saat proses pemeriksaan belum selesai dilakukan, yang notabene menjelang aksi akan dilakukan. Ini jelas mencurigakan. Bukan kebetulan menjelang aksi dilakukan, operasi penangkapan ini dilakukan oleh pihak kepolisian. Dalam berbagai perkara serupa, bukan tidak mungkin jebakan dilakukan,” tutupnya. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *