Dispar Kaltim Genjot Desa Wisata di Tengah Lesunya Industri Hotel

Samarinda, Kaltimnow.id – Kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah berdampak signifikan terhadap industri perhotelan di Kalimantan Timur. Selain menurunnya tingkat hunian hotel, sejumlah pekerja juga terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) secara halus.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Samarinda, Armunanto, mengungkapkan kekhawatiran pelaku usaha hotel atas situasi tersebut. Ia menyebutkan, okupansi hotel berbintang di Kalimantan Timur turun drastis hingga 30 persen dalam beberapa bulan terakhir.

“Penurunan ini terjadi karena adanya kebijakan pemerintah terkait larangan menggelar kegiatan di hotel dengan alasan efisiensi anggaran,” ungkap Armunanto dalam kegiatan bincang-bincang pariwisata yang digelar Dinas Pariwisata (Dispar) Kalimantan Timur, di salah satu cafe di Jalan Kebahagian Samarinda, pada Rabu (5/6).

Ia menambahkan, kondisi ini tidak hanya mengganggu keberlangsungan usaha hotel, tetapi juga berdampak terhadap tenaga kerja yang bekerja di sektor perhotelan.

“Beberapa hotel mulai melakukan PHK halus terhadap pegawainya. Ini sangat kami khawatirkan,” ujarnya.

Armunanto menilai, solusi dari situasi ini harus melibatkan kolaborasi lintas sektor. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, komunitas, akademisi, hingga media untuk menghadirkan kegiatan yang mampu menarik massa ke kota-kota di Kaltim.

“Apa pun kegiatannya, yang penting bisa mendatangkan orang ke kota. Kolaborasi menjadi kunci, dan pentahelix harus benar-benar dilibatkan,” tegasnya.

Di tengah tantangan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Timur, Ririn Sari Dewi, menuturkan bahwa pemerintah daerah tetap berkomitmen memperkuat sektor pariwisata melalui strategi pengembangan desa wisata.

“Pengembangan desa wisata merupakan program unggulan kami. Saat ini ada 112 desa wisata yang akan dikelola bersama antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” jelas Ririn.

Menurutnya, langkah ini juga sejalan dengan target nasional dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang menargetkan pembangunan 6.000 desa wisata secara nasional.

Ririn menambahkan, Kalimantan Timur memiliki potensi besar di sektor ekowisata dan wisata budaya. Salah satu contoh adalah Desa Budaya Pampang di Samarinda, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

“Pampang adalah contoh bahwa destinasi berbasis budaya masih sangat diminati. Kita punya potensi yang besar, tinggal bagaimana mengelolanya secara berkelanjutan dan inovatif,” pungkasnya.

Diskusi yang diangkat dalam tema “Pariwisata yang Kuat di Tengah Efisiensi Anggaran: Kolaborasi dan Inovasi” ini menyoroti pentingnya adaptasi sektor pariwisata terhadap kebijakan fiskal pemerintah.

Kehadiran swasta, pelaku ekonomi kreatif, serta promosi digital melalui media dinilai sangat penting untuk menjaga eksistensi sektor ini di tengah keterbatasan anggaran. (dot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *