Pemprov Kaltim Angkat Dewas RSUD dari Luar Daerah, Akademisi: Seolah Kita Tak Punya Orang Mampu

Samarinda, Kaltimnow.id – Keputusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menunjuk Dewan Pengawas (Dewas) dua rumah sakit besar di daerah ini kembali memantik perdebatan. Pasalnya, sejumlah nama yang ditetapkan justru berasal dari luar daerah—bahkan sebagian berdomisili di Makassar, Sulawesi Selatan.

Langkah itu dinilai tidak sensitif terhadap potensi sumber daya manusia (SDM) lokal yang selama ini telah banyak berkontribusi di bidang kesehatan dan pelayanan publik.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Saipul Bachtiar, termasuk yang paling vokal menyuarakan kritiknya. Ia menilai keputusan tersebut mencerminkan lemahnya keberpihakan terhadap tenaga ahli lokal.

“Ibarat gajah di pelupuk mata tak tampak, rusa di seberang lautan tampak,” ujar Saipul, mengutip pepatah lama untuk menggambarkan ironi yang terjadi.

Menurutnya, pengawasan rumah sakit—terutama milik daerah—tidak hanya menuntut kompetensi teknis, tetapi juga pemahaman mendalam terhadap karakter sosial masyarakat setempat.

“Bagaimana bisa mengawasi secara efektif jika pengawasnya tidak hidup di tengah masyarakat yang dilayaninya?” katanya.

Saipul menegaskan, RSUD adalah garda depan pelayanan publik yang kerap menjadi sorotan, mulai dari antrean panjang pasien, keluhan fasilitas, hingga transparansi pengelolaan anggaran. Karena itu, peran Dewas tidak bisa dijalankan hanya di atas kertas atau lewat rapat daring.

“Pengawasan jarak jauh akan sulit berjalan. Kaltim punya banyak akademisi dan praktisi kesehatan yang kapabel, jadi alasan menunjuk orang luar terasa lemah,” tegasnya.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim yang terbit Mei 2025, dua nama dari luar daerah ditetapkan dalam struktur Dewas rumah sakit daerah. Dr Syahrir A Pasinringi, MS (Dr Cali) dipercaya sebagai Ketua Dewas RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, sedangkan Dr Fridawaty Rivai ditunjuk sebagai anggota Dewas RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.

Penunjukan ini menuai pertanyaan publik, terutama karena Kaltim dikenal memiliki universitas besar seperti Unmul yang melahirkan banyak ahli di bidang kesehatan, manajemen publik, hingga kebijakan pemerintahan.

“Ini bukan soal asal daerah, tapi soal logika kebijakan. Kalau kita selalu menengok keluar, kapan daerah ini belajar mempercayai potensinya sendiri?” pungkas Saipul. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *