Samarinda, Kaltimnow.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus memperkuat kemandirian pangan melalui strategi terpadu yang menggabungkan optimalisasi lahan dan pembukaan sawah baru. Langkah ini menjadi fondasi utama dalam percepatan hilirisasi industri pertanian yang sejalan dengan Program Unggulan daerah JOSPOL.
Melalui Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH), Pemprov menyiapkan perluasan areal tanam berbasis pertanian modern untuk memastikan ketersediaan bahan baku yang stabil bagi sektor hilir.
Kepala DPTPH Kaltim, Siti Farisyah Yana, menjelaskan bahwa program Optimalisasi Lahan merupakan prioritas utama untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menjamin pasokan berkelanjutan.
“Optimalisasi lahan ini bertujuan memperbaiki kondisi lahan pertanian, mulai dari perbaikan saluran tersier, galangan, hingga pembangunan irigasi. Dengan ketersediaan air yang terjamin, lahan yang sebelumnya hanya panen sekali bisa menjadi dua kali atau lebih dalam setahun,” ujar Yana.
Peningkatan infrastruktur air menjadi faktor kunci dalam mendorong pertanian modern, karena petani tidak lagi bergantung sepenuhnya pada musim hujan.
Program optimalisasi lahan telah berjalan di Penajam Paser Utara (PPU) pada 2024, dan pada 2025 diperluas ke Samarinda, Paser, Kutai Timur (Kutim), dan Kutai Kartanegara (Kukar).
“Perluasan areal tanam secara langsung mendukung target strategis daerah dalam memperkuat basis produksi pangan,” jelasnya.
Selain optimalisasi, Pemprov Kaltim juga mendorong pembukaan lahan sawah baru sebagai prasyarat terpenuhinya kebutuhan hilirisasi pertanian. Pada 2026, DPTPH menargetkan pembangunan sawah baru seluas sekitar 2.400 hektare, dengan proyeksi total luasan dapat mencapai 3.000 hektare.
Yana mengungkapkan bahwa proses cetak sawah di Kaltim tidak mudah karena harus melalui Survey Investigasi dan Desain (SID) serta memenuhi delapan kriteria Kementan.
“Mencetak sawah tidak bisa sembarangan. Lahan tidak boleh berstatus HGU dan tidak boleh berada di kawasan hutan. Ada kriteria ketat yang harus dipenuhi,” tegasnya.
Di Kaltim, tantangan semakin besar karena banyak sektor lain yang sudah lebih dulu mengklaim lahan. Salah satu contohnya adalah rencana cetak sawah 200 hektare di Mahakam Ulu (Mahulu) yang harus ditunda ke 2026 akibat kendala mobilisasi alat dan waktu.
Meski menghadapi tantangan regulasi dan keterbatasan lahan, DPTPH Kaltim tetap berkomitmen menyiapkan lahan potensial dalam skala besar. Melalui kombinasi optimalisasi dan pembukaan lahan baru, Pemprov berupaya membangun basis produksi yang kokoh bagi hilirisasi industri pertanian.
“Ini adalah implementasi nyata visi Pemprov untuk membangun rantai nilai pertanian yang kuat dan modern—memberikan kepastian pasar bagi petani sekaligus menjamin ketahanan pangan daerah secara berkelanjutan,” pungkas Yana. (ADV Kominfo Kaltim/Tia)







